Senin, 30 November 2009

Sosial

Kemenangan rakyat atas UN

Akhirnya MA (Mahkamah Agung) memutuskan untuk menolak kasasi pemerintah tentang Ujian Nasional (UN). Sontak saja keputusan MA ini mengemuka dan membuat para penggugat merasa lega. Awalnya format UN adalah cara satu-satunya yang di selenggarakan pemerintah untuk menentukan kelulusan siswa. Dengan 3 mata pelajaran untuk SMP yaitu BHS.Indonesia, Matematika, dan BHS.Inggris. Sedangkan untuk SMA ditentukan oleh 6 mata pelajaran yaitu BHS.Indonesia, Matematika, BHS.Inggris, lalu ditambah dengan mata pelajaran sesuai jurusan siswa tersebut.
Para penggugat menganggap bahwa penyelenggaraan UN telah mengabaikan rasa keadilan khususnya terhadap siswa yang berada di daerah. Oleh karena itu mereka menggugat agar UN tidak lagi diselenggarakan. Gugatan tersebut dimenangkan oleh majelis hakim, baik di tingkat pengadilan negeri, di pengadilan tingkat tinggi maupun di tingkat kasasi.
Kebijakan pendidikan di negeri ini memang sejak lama sudah menimbulkan pro dan kontra. Menurut pakar pendidikan Arief Rahman, juga sudah menyampaikan pendapatnya yang menunjukkan, kebijakan pemerintah di bidang pendidikan baru bersifat satu arah. Yang di utamakannya adalah kepentingan pemerintah, sementara kepentingan masyarakat yang di keluhkan diberbagai daerah justru tidak di perhatikan. Wilayah indonesia sangat luas, kondisi sosial masyarakatnya pun juga belum merata dengan masyarakat yang berada di kota. Dengan keadaan seperti ini kondisi sarana pendidikan didaerah terpencil sangat memprihatinkan dan di rasakan kurang adil jika disamaratakan dengan yang berada di kota, konsep kelulusannya. Dimana proses belajar-mengajar di selenggarakan apa adanya, termasuk bangunan sekolahnya yang sangat tidak memadai.
Menghadapi persoalan rumit seperti itu, selama ini pemerintah terkesan tidak peduli. Pemerintah justru keasyikan mengotak-atik konsep-konsep pendidikan yang tiap tahunnya terus berubah sehingga penyelenggaraan pendidikan sering kali terganggu karena harus mengikuti keputusan menteri yang berganti tiap lima tahun. Adapun kondisi pendidikan yang sudah sangat tidak layak hanya ditanggapi ala kadarnya.
Kalau kemudian muncul inisiatif masyarakat untuk menggugat pemerintah memang sangat masuk akal. Pemerintah tidak boleh dibiarkan menentukan kebijakan pendidikan secara tidak adil karena tindakan demikian jelas-jelas tidak memenuhi ketentuan konstitusi. Namun fenomena ini harus segera di perhatikan, jangan biarkan masyarakat bingung. Apalagi pemerintah telah menetapkan UN akan di selenggarakan Maret 2010, atau maju satu bulan dari tahun-tahun sebelumnya. Karena permohonan kasasi pemerintah menyangkut penyelenggaraan UN sudah di tolak MA, sementara penyelengaraan UN sendiri sudah sangat mepet. Lalu bagaimana konsekuensinya?. Masyarakat juga mafhum menyelenggarakan UN, bagaimana formatnya, bukanlah pekerjaan mudah.
Solusi paling sederhana adalah pemerintah harus mengajak seluruh komponen masyarakat yang sangat kritis terhadap penyelenggaraan UN untuk duduk bersama dan saling mendengarkan. Konsep standar pendidikan nasional mesti dirumuskan kembali serta bertumpu pada kondisi masyarakat yang sebenarnya. Bagaimanapun yang sangat berkepentingan dalam masalah ini bukan hanya pemerintah, melainkan juga masyarakat luas.

penulis: Danik Ariani
sumber : koran "Pikiran Rakyat"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar